Dokumentasi Maulid Nabi 2019
SMA SMK Wachid Hasyim 2 Surabaya Memperingati Hari Maulid Nabi
Sejarah
Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Raja
Irbil (wilayah Irak sekarang), bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri, pada awal
abad ke 7 Hijriyah. Ibn Katsir dalam kitab Tarikh berkata:
Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan Maulid Nabi pada
bulan Rabi'ul Awal. Dia merayakannya secara besar-besaran. Dia adalah seorang
yang berani, pahlawan, alim dan seorang yang adil – semoga Allah merahmatinya.
Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn Al-Jauzi bahwa dalam
peringatan tersebut, Sultan Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan
seluruh ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama dalam bidang ilmu Fiqh,
ulama Hadits, ulama dalam bidang ilmu kalam, ulama usul, para ahli tasawuf, dan
lainnya. Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan Maulid Nabi, dia telah
melakukan berbagai persiapan. Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan
para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut. Segenap para
ulama saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh Sultan
Al-Muzhaffar tersebut. Mereka semua berpandangan dan menganggap baik perayaan
Maulid Nabi yang digelar untuk pertama kalinya itu.
Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat Al-A`yan menceritakan
bahwa Al-Imam Al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Maroko menuju Syam dan
seterusnya ke Irak. Ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijriah, dia
mendapati Sultan Al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya
terhadap perayaan Maulid Nabi. Oleh karena itu, Al-Hafizh Ibn Dihyah kemudian
menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “Al-Tanwir Fi Maulid
Al-Basyir An-Nadzir”. Karya ini kemudian dia hadiahkan kepada Sultan
Al-Muzhaffar.
Para ulama, semenjak zaman Sultan Al-Muzhaffar dan zaman
selepasnya hingga sampai sekarang ini menganggap bahwa perayaan Maulid Nabi
adalah sesuatu yang baik. Para ulama terkemuka dan Huffazh Al-Hadis telah
menyatakan demikian. Di antara mereka seperti Al-Hafizh Ibn Dihyah (abad 7 H),
Al-Hafizh Al-Iraqi (w. 806 H), Al-Hafizh As-Suyuthi (w. 911 H), Al-Hafizh
Al-Sakhawi (w. 902 H), SyeIkh Ibn Hajar Al-Haitami (w. 974 H), Al-Imam
Al-Nawawi (w. 676 H), Al-Imam Al-Izz ibn Abd Al-Salam (w. 660 H), mantan mufti
Mesir yaitu Syeikh Muhammad Bakhit Al-Muthi’i (w. 1354 H), mantan Mufti Beirut
Lubnan yaitu Syeikh Mushthafa Naja (w. 1351 H), dan terdapat banyak lagi para
ulama besar yang lainnya. Bahkan Al-Imam Al-Suyuthi menulis karya khusus
tentang Maulid yang berjudul “Husn Al-Maqsid Fi Amal Al-Maulid”. Karena itu
perayaan Maulid Nabi, yang biasa dirayakan pada bulan Rabiul Awal menjadi
tradisi umat Islam di seluruh dunia, dari masa ke masa dan dalam setiap
generasi ke generasi.
Para ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn
Al-Jauzi, Ibn Kathir, Al-Hafizh Al-Sakhawi, Al-Hafizh Al-Suyuthi dan lainnya
telah sepakat menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan
maulid adalah Sultan Al-Muzhaffar. Namun juga terdapat pihak lain yang
mengatakan bahwa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah orang yang pertama kali
mengadakan Maulid Nabi. Sultan Salahuddin pada kala itu membuat perayaan Maulid
dengan tujuan membangkitkan semangat umat islam yang telah padam untuk kembali
berjihad dalam membela islam pada masa Perang Salib.
Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullah mengatakan,
صَلَاحِ الدِّينِ الَّذِي فَتَحَ مِصْرَ ؛ فَأَزَالَ عَنْهَا دَعْوَةَ العبيديين مِنْ الْقَرَامِطَةِ الْبَاطِنِيَّةِ وَأَظْهَرَ فِيهَا
شَرَائِعَ
الْإِسْلَامِ
Artinya:
“Sholahuddin-lah yang menaklukkan Mesir. Dia menghapus
dakwah ‘Ubaidiyyun yang menganut aliran Qoromithoh Bathiniyyah (aliran yang
jelas sesatnya, pen). Shalahuddin-lah yang menghidupkan syari’at Islam di kala
itu.”[2]
Dalam perkataan lainnya, Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni
rahimahullah mengatakan,
فَتَحَهَا مُلُوكُ السُّنَّة مِثْلُ صَلَاحِ الدِّينِ وَظَهَرَتْ فِيهَا كَلِمَةُ السُّنَّةِ الْمُخَالِفَةُ لِلرَّافِضَةِ ثُمَّ صَارَ الْعِلْمُ
وَالسُّنَّةُ
يَكْثُرُ
بِهَا
وَيَظْهَرُ
Artinya:
“Negeri Mesir kemudian ditaklukkan oleh raja yang berpegang
teguh dengan Sunnah yaitu Shalahuddin. Dia yang menampakkan ajaran Nabi yang
shahih di kala itu, berseberangan dengan ajaran Rafidhah (Syi’ah). Pada masa
dia, akhirnya ilmu dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin
terbesar luas.”[3]
Sumber lain mengatakan perayaan Maulid yang sebenarnya
diprakarsai oleh Dinasti Fatimiyyun sebagaimana dinyatakan oleh banyak ahli
sejarah. Berikut perkataan ahli sejarah mengenai Maulid Nabi.
Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para
khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan
tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi
Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah az-Zahra, maulid khalifah yang
sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan
bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan
bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup
Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan ‘Idul Ghadir,
perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nauruz
(Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul
‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.”[4]
Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam
kitabnya mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid
yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu
‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah
(keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.[5]
Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’
fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustaz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al
Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid
pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun)
Foto Dokumentasi : Klik Disini
Komentar
Posting Komentar